Makassar Ibu Kota Sulawesi Selatan, siapa yang tidak kenal Kota ini. Kota yang melahirkan orang-orang sukses seperti Bapak Cawapres kita, Bapak Jusuf Kalla. Aga kareba Makassar? Jawab, madeceng. Sepenggal kalimat bahasa yang aku ketahui. Bahasa Makassar disebut sebagai Basa Mangkasara yang dituturkan oleh Suku Bugis yang merupakan kelompok etnik dari Sulawesi Selatan. Ada lagi kata sambung yang seringkali terdengar, cocok mih. Selama di Makassar suamiku selalu melafalkan kata tersebut, cocok mih. Selalu teringat olehku dan terbawa sampai ke rumah hahaha. Suamiku lahir di Makassar dan besar di Balikpapan.
Dulu jaman masih single sebelum nikah, (dalam hati) duh pengen deh suatu saat nanti punya suami orang jauh biar punya kampung halaman dan bisa mudik lebaran nanti kayak orang-orang. Lebaran aku paling banter jauh ke Jakarta. Dan akhirnya doaku terjawab sudah, aku punya kampung halaman dong Makassar dan Balikpapan hahaha. Tujuan ingin punya kampung halaman karena aku mau tahu tentang kota lain selain kota Jakarta yang macet, polusi, padat penduduk, padat pengamen, padat preman dan serba padat semuanya dari segi bahasa, adat istiadat dan objek wisatanya yang pasti.
Bahasa sedikit-sedikit mengertilah. Adat istiadat tahu sedikit dari keluarga suamiku yang berada di Sidrap. Rumah adat berbentuk rumah panggung dengan halaman luas yang bisa difungsikan untuk menyimpan hasil tani di bagian bawahnya, sebagai tempat untuk peternakan dan aktivitas rumah tangga lainnya. Pagar sekeliling berbahan kayu atau bambu. Setiap rumah dilengkapi dengan penjagaan yaitu anjing. Adanya anjing karena di dareah tersebut kerap terjadi kemalingan. Anjing yang dipelihara tidak hanya satu tetapi tiga dan bahkan lebih tergantung yang punyanya. Aku sebagai orang baru takut ketika memasuki rumah yang ada anjing berkeliaraan. Trauma dikejar.
Beralih ke objek wisata. Mau tahu apa saja objek wisata yang ada di Makassar? Objek wisata di Makassar ada banyak tapi yang aku kunjungi di antaranya Pantai Losari, Masjid Terapung, Kampung Karst Rammang-rammang, Taman Nasional Batimurung dan Benteng Fort Rotterdam.
Masjid terapung di Makassar bernama Masjid Amirul Mukminin. Terletak di bibir Pantai Losari dengan arsitektur bangunan modern berkubah biru, memiliki menara yang menjulang dan memiliki tiga lantai. Lantai bawah diperuntukkan shalat bagi jamaah pria, lantai kedua diperuntukkan shalat bagi jamaah wanita dan lantai paling atas diperuntukkan jamaah yang ingin shalat lebih khusuk. Tempat wudhu terletak di lantai bawah bagian sayap kanan dan kiri. Senja hari adalah waktu yang pas untuk menikmati suasana di Masjid terapung. Matahari yang sendu, awan yang kemayu, angin yang menyiur lambai menyapu tubuh suatu moment yang baik untuk mengambil posisi dengan background nan cantik.

Lantai Bawah Masjid
Kampung Karst Rammang-rammang terletak di Desa Salenrang Pangkep (Pangkajene) Kabupaten Maros. Dua jam perjalanan kurang lebih dari Makassar. Bermodalkan jasa perahu warga setempat, kami dibawa mengelilingi Karst yang luas di bawah terik matahari tanpa pelindung kepala. Cukup panas saat itu karena waktu menunjukkan pukul 10.00 WITA. Teriknya panas tak menghalangi kami untuk menelusuri Karst. Ada juga sebuah café kecil yang disertai tempat penginapan di saat menelusuri kampung karst dan Taman Batu Kampung Laku yang terdapat gua batu alam.

Cafe Rammang-Rammang

Taman Batu Kampung Laku
Taman Nasional Bantimurung terletak tidak jauh dari Kampung Karst (sebelumnya). Tempat tersebut merupakan penangkaran buaya darat kupu-kupu. Banyak species kupu-kupu dengan warna, ukuran dan bentuk yang beragam. Selain menikmati keindahan kupu-kupu, terdapat air terjun yang digunakan oleh pengunjung untuk sekedar bermain air atau berenang. Adapun gua di taman ini. Namun kami tidak masuk ke dalam gua karena licinnya akses menuju ke sana. Aku saja terpeleset saat jalan menuju salah satu tempat kupu-kupu.
Benteng Fort Rotterdam terletak di jalan Ujung Pandang, Makassar. Menilik sejarahnya, Benteng Fort Rotterdam merupakan peninggalan Kerajaan Goa ke-X bernama Imanrigau Daeng Bontong Karaeng Lakiung yang dibangun pada tahun 1545. Bentuk bangunan tersebut menyerupai penyu sehingga orang Makassar dahulu menyebutnya Benteng Payyua. Untuk memasuki benteng, pengunjung tidak dikenakan biaya dan hanya mengisi buku tamu. Ada apa saja kah di dalam benteng ini?
Ketika memasuki kawasan, sedang diselanggarakannya sebuah event. Ada live music, bazaar dan ada yang mengikuti lomba menggambar Benteng. Alhasil tidak banyak tempat yang dibuka untuk melihat ada apa saja di dalam ruangan-ruangan yang cukup banyak tersebut. Hanya ada satu ruangan dibuka dan dikenakan biaya Rp5000/orang. Satu ruangan yang dibuka terdapat benda-benda bersejarah yakni lukisan, ranjang raja terdahulu, lesung (lumbung padi), perahu, bagan tancap, bendi, pedang dan lainnya.

Lesung Panjang
Lesung Panjang adalah salah satu peninggalan dari keturunan Raja Tolo di Kabupaten Jeneponto. Peralatan pengolahan padi ini memiliki ragam hias floralistis atau tumbuh-tumbuhan pada kedua sisinya, yang bisa jadi sebagai perlambang atau simbol pencetuan rasa cinta kepada alam lingkungannya. Pada masa dahulu, lesung berfungsi sebagai peralatan upacara adat pesta panen yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas keberhasilan petani. Pesta adat ini dimeriahkan dengan berbagai atraksi mappadendang, ayunan dan tarian muda-mudi yang biasanya menjadi ajang pencari jodoh

Perahu Lambo
Perahu Lambo adalah jenis perahu niaga jarak jauh yang merupakan perahu khas orang Mandar, Bugis Makassar dan Buton. Perahu tersebut berukuran lebih kecil dibanding perahu Pinisi. Bentuknya mirip skoci kapal sehingga ada yang menduga penamaan Perahu Lambok berasal dari kata ‘Large Boat‘ artinya haluan atau sottingnya agak lurus dan condong ke depan, buritan bulat dan disebut ‘Panta’, daya akut perahu lambo bisa mencapai 15-60 ton. Perahu semacam ini banyak ditemukan di Pelabuhan Sunda Kelapa yang berfungsi sebagai alat transportasi dan perdagangan antar pulau.

Bagan Tancap
Bagan tancap adalah alat yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan. Bagan semacam ini biasanya dipasang di laut dangkal, muara sungai dan sebagainya.
Benda bersejarah tersebut ditampilkan dalam kotak kaca besar maupun etalase. Secara umum bangunan yang berada di kawasan Benteng Fort Rotterdam dalam kondisi utuh dan terawatt. Bahkan di tengah-tengah benteng, tepatnya sekitar taman terdapat sebuah bangunan yang bagian depannya dibangun sebagai panggung untuk pagelaran seni. Di sini ada juga warga lokal yang menjual souvenir.
Kategori:Sulawesi Selatan, Travelogs
Terakhir, aku jalan-jalan ke sini pas… nonton film The Nekad Traveler.
Ya ampun, ngenes banget jalan-jalannya lewat film ya haha.
Tapi Rammang2 itu emang cakep. Aku ngebayangin bisa perahuan di sana. Pasti instagramable #eh
Aku malah belum sempat nonton film The Nekad Traveler om. Nyari DVD’nya belum ada eh disini.
Iya om bagus rammang-rammang pemandangannya instragamable tapi jangan siang” om kalo main ke sini panasnya itu loh. Paling enak pagi jam 7 atau sore jam 4. Adem
Noted, kalo gak pagi, sekalian aja sore ya.
Kayaknya gak akan dirilis dalam bentuk DVD. Kalau naik Garuda, katanya film ini lagi tayang sebagai inflight entertainmentnya 🙂
Duh terus aku harus naik Garuda dulu baru bisa nonton filmynya gitu om. OMG 😣
aga kareba, baji2 ji hehehe
done followed mba, salam kenal
Halo aga kareba mih wkwkwk. Salam kenal mydaypack 🙂
haha iyyeee, jangan lupa folbek blog atuh hiihii
Done
bulan madu sekalian?
Sambil menyelam minum air bang. He-eh 😉